IMAM MAHFUDIN

Selasa, 28 Juni 2016

Cerita Mesin Ketik Tua



Cerita mesin ketik tua
karya: fudin ngook


Mesin ketik tua hadiah ulang tahun ibu
Bising suaramu lama tidak terdengar
Berserakan kertas yang kita ukir bersama
Lewati hari bebaskan ribuan bait puisi syahdu
Jari-jari menari romantis bersamamu
Jari-jari yang kini tidak lagi mampu
Mata yang kian kabur memandang huruf pudar di tubuhmu
Berat hati mengurungmu dalam sepi
Inginku relakan di pelelangan minggu lalu
Wajah-wajah bengis kolektor menghantuiku
Aku takut kau menjadi besi tua
Yang hanya di pandang sedap mata
Kau sudah seperti ibuku
Sosok wanita yang hilang entah kemana
Penari molek nan anggun yang di anggap gerwani kala itu
Kenapa penari seperti ibu menjadi tumbal kebengisan politik
Salah apa ibuku?
Ibu tidak pernah menari tarian harum bunga
Puluhan tahun aku terjerat kenestapaan
Menyimpan dendam masa lalu
hingga saat ini aku di anggap menanggung dosa turunan
Sarjana pendidikan menjadi tukang tambal ban
Gaji guru honorer tidak layak
belum lagi terdepak beruang yang ber-uang
Di zaman ini Uang sudah memerankan peran tuhan
Sistem di negri ini mengebiriku dengan perlahan
Suara surau dipenghujung senja
Kupasrahkan diriku pada yang maha kuasa
Kupanjatkan do’a semoga ibu tenang disurga
Menari menghibur tuhan


27 april 2016

Reinkarnasi Rasa



Reinkarnasi Rasa

Terlama aku menunggu
Tidak ada gerak dari bibirmu
Senja di penghujung waktu
Yang kurindu dari kisahmu
Burung terbang meramaikan langit
Membentuk formasi “V”
Menari dan terbang bebas menembus cakrawala
Entah sengaja atau kebetulan
Mungkin itu rindumu
Mungkin itu do’aku
Burung-burung mengajak menyusuri cerah langit kenangan
Kenangan yang dangkal
Dirimu kini sudah menjelma medusa
Kurangkai 1000 do’a Agar menjadi sosok reinkarnasi yang telah lama kurindukan
Agar rasa ini kembali menaruh harapan
Agar rasa ini tidak termakan zaman
Rasa itu apa?
Kenapa rasa itu ada?
Meskipun rasa ini seperti kutukan
Tapi rasa ini lahir dari senyuman
Wahai penguasa rasa
Sang yang punya rasa

Dialog Kretek



DIALOG KRETEK

Ayam berkokok tanda menjelang pagi
Menyambutku beranjak dari mimpi
Kopi hitam di meja sudah menanti
Untukku mengawali pagi
Tidak lama asap mengepul di langit gubug
Menikmati kretek ladang sendiri
Tembakau yang kurawat dengan cinta
Nikmatnya tidak kalah dari cerutu kuba
Aroma yang khas membawaku melayang
Aku teringat kata ayah ”tembakau manakah yang lebih nikmat dari ladang sendiri”
Kenikmatan yang tidak lekas beranjak
kian jauh menuntunku ke masa dimana tidak ada lagi tembakau surga
Tanah tidak lagi subur
Air tidak lagi jernih
Tembakau tidak tumbuh dengan baik
Matahari merayap kian tinggi
Mengharuskanku bertemu kekasihku
Tidak bisa kubiarkan lama menunggu
Penyambung hidupku

Selasa, 23 Juni 2015

KENAMPI

Merayap bersama kenangan
berdiri bersama mimpi
kepergianmu tinggalkan kenangan
dan mimpi
haruskah aku terbang agar jejakmu tak bertepi